Berita Terbaru

Survei Terbaru Charta Politika, Pasangan Edi-Rendi Kokoh di Posisi Pertama Jelang Pilkada Kukar Mahfud MD: Putusan MK Lebih Tinggi dari Peraturan KPU, Otomatis Gugurkan Putusan MA TIM KUASA HUKUM EDI -RENDI Tanggapi masalah Video Narasi Putusan MK

Soal Permohonan HGU di Kampung Muara Lesan, Berau

PERSPEKTIF.INFO (SAMARINDA)-Sektor perkebunan kelapa sawit mengalami pertumbuhan begitu cepat. Akibatnya wajah pedesaan di Kaltim berubah. Di sisi lain, perluasan area perkebunan tersebut memicu konflik antara perusahaan kelapa sawit dengan masyarakat.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono mengatakan, dari data yang dihimpunnya permasalahan perusahaan perkebunan sawit, mulai skema plasma hingga penyerobotan lahan. “Permasalahan skema bagi hasil (plasma) seringkali berujung konflik, hal ini dipicu, beberapa perusahaan tidak merealisasikan lahan plasma ke masyarakat tidak ada atau terlalu kecil,” ujar politisi Golkar ini.
Koperasi yang dibentuk untuk mengelola skema plasma tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena anggota masyarakat yang menjalankan koperasi tersebut tidak membagikan keuntungan secara transparan kepada anggotanya. “Soal penyerobotan lahan berkaitan cara perusahaan mendapatkan atau (tidak mendapatkan) persetujuan di awal dari masyarakat lokal pada proses pembebasan lahan, tidak semua perusahaan melakukan upaya tersebut sehingga masyarakat merasa mereka dicurangi atas tanah mereka,” jelasnya.

Peta ilustrasi Desa Muara Lesan, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau
Selain itu komisi di DPRD yang membidangi permasalahan perkebunan ini berharap, memperhatikan masyarakat yang tergabung dalam koperasi plasma tersebut, dengan memberikan konpesasi yang lebih baik atas tanah mereka yang hilang. “Lahan perkebunan sawit ini tadinya merupakan kawasan hutan di area penggunaan lain (APL), lahan tersebut merupakan mata pencarian mulai dari bercocok tanam hingga mencari hewan buruan, ada pula masyarakat adat mencari tanaman obat. Nah masyarakat memiliki hak mendapatkan timbal balik yang lebih baik atas tanah mereka,” tuturnya.
Saat ini komisi II terus berkonsultasi dengan pemerintah untuk mencegah konflik. “Kami merekomendasikan agar pemerintah daerah dapat memastikan bahwa perusahaan benar-benar mendapatkan (persetujuan atas dasar di awal tanpa paksaan) atau masyarakat setempat sebelum memulai operasi dan memantau dengan baik implementasi kerjasama inti-plasma,” terangnya.
Menurut informasi media ini pembukaan lahan perusahaan besar sawit terus berproses di bumi etam-sebutan tanah Kaltim. Salah satunya di Kampung Muara Lesan, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau. “Hingga saat ini komisi II belum mendapat informasi terkait permohanan pembukaan lahan/hak guna usaha (HGU) untuk perkebunan sawit di Kampung Muara Lesan, tapi saya akan coba koordinasikan data dengan staf saya,” jelasnya.
Ia mengatakan, soal perkebunan sawit komisi II hanya memfasilitasi/koordinasi terkait pendapatan asli daerah (PAD). Ada pula soal koperasi masih ada kewenangan untuk berkoordinasi di desa tersebut. Namun untuk soal skema lahan plasma pihaknya akan mencoba mengawal. “Skema plasma di awal (MoU) dengan koperasi dan masyarakat adat harus diperhatikan, sebelum perusahaan tersebut melakukan pembukaan lahan (land clearing),” ujarnya.
Sementara untuk tata batas lahan serta terkait tenaga kerja di perusahaan sawit tersebut kewenangannya di Komisi I. “Mengenai luas HGU yang dimohonkan perusahaan tersebut, serta target tanam sawit di Kampung Muara Lesan saya belum pernah mendapat informasi jika ada yang dimohonkan HGU nya pada 2022, karena saya baru 2023 ini di komisi II,” tutur Tyo sapaan akrabnya. (RL/adv)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *