Berita Terbaru

Gema Takbir Menggema di Malam 1 Syawal 1446 H, Tenggarong Berbalut Kemuliaan Daun Kratom Jantur: Rp2.500, Jutaan Dolar di Pasar Dunia Novi: Korban atau Pelaku? Dilema Perempuan dalam Jerat Kekerasan
Daun Kratom dikeringkan Rp 8.500 per kg nya dijemur di Jalan Ulin Desa Jantur

MUARA MUNTAI-Di balik dedaunan hijau yang menari-nari diterpa angin di Desa Jantur, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara, tersimpan paradoks yang mempesona. Daun kratom (daun kedemba), tanaman yang bagi sebagian warga hanya bernilai Rp 2.500-8.500 per kilogram (upah per orang pemetik kedemba). Namun mencapai harga fantastis di pasaran internasional. “Kalau daun basah dihargai Rp 2.500 per kg, kalau daun kering Rp 8.500 per kg,” tutur Kades Jantur Abdul Aziz.

Kata yang dikatakan Kades Jantur ini seperti kisah kontras yang mengungkap jurang pemisah antara petani dan keuntungan ekonomi yang melimpah. “Lumayan sekarang, kalau dulu pembeli kedemba minta yang basah, namun sekarang minta daun kering harga cukup tinggi,” tuturnya.

Para petani dengan tangan-tangannya mereka memetik daun kratom, mencurahkan keringat dan tenaga di bawah terik matahari. Upah mereka yang minim, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang serba pas-pasan. Mereka adalah tulang punggung ekonomi desa, namun keuntungan besar justru dinikmati oleh pihak lain dalam rantai pasok yang panjang. “Pemetik di Jantur biasanya sejak pagi mencari ikan, nah saat pulangnya memetik kratom,” ujarnya.

Ironisnya, daun kratom yang sama, setelah melalui proses pengeringan, pengolahan, dan pengemasan, mencapai harga berkisar Rp24.000 hingga Rp27.000 per kilogram di pasar domestik. “Kami hanya menjual dengan pembeli yang juga warga Jantur Rp 8.500 per kg daun kering, mesin untuk menghancurkan daun juga kami punya. Namun saya lihat di aplikasi Shopee Rp 59.000-175.000. Nah kami tidak tahu proses supaya harganya tinggi dari proses remahan daun sampai pengemasannya,” ujar Aziz.

Sebuah bukti nyata betapa besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan dan pemasaran. Lebih mengejutkan lagi, ekspor kratom ke negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, India, Ceko, dan Jepang terus meningkat setiap tahunnya. Nilai ekspor yang mencapai jutaan dolar AS menunjukkan potensi ekonomi yang luar biasa dari tanaman ini. Namun, keuntungan besar tersebut tampaknya belum sepenuhnya dinikmati oleh para petani yang menjadi ujung tombak produksi.

Cerita daun kratom di Desa Jantur adalah cerminan dari sistem ekonomi yang timpang. Di satu sisi, terdapat potensi ekonomi yang luar biasa, namun di sisi lain, para petani yang bekerja keras justru menerima upah yang sangat rendah. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana agar keuntungan dari komoditas kratom dapat merata dan mensejahterakan para petani yang telah berjuang keras sejak awal? Apakah hanya dengan meningkatkan harga pembelian di tingkat petani, atau perlu ada intervensi kebijakan yang lebih komprehensif untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi mereka? Kisah daun kratom ini menjadi pengingat penting tentang perlunya perhatian dan solusi yang berkelanjutan bagi para petani, agar mereka dapat menikmati hasil jerih payah mereka secara adil dan layak.

Tercatat, pada 2020 volume ekspor berada pada angka 4,25 ribu ton dengan nilai eksprornya 13,16 juta dolar AS.Kemudian, pada 2021, nilai ekspor tanaman kratom meningkat jadi 15,22 juta dolar AS dengan volume ekspor 4,37 ribu ton. Adapun pada 2022, nilai ekspornya mencapai 15,51 juta dolar AS dengan volume 8,21 ribu ton. (adv/kaz)