PROYEK LONGSORAN: Tumpukan turap disisi poros Jalan Ngayau, Muara Bengkal, Kutai Timur. Sudah tampak ditinggalkan crane awalnya didatangkan pun sudah tak terlihat lagi
PERSPEKTIF.INFO (MUARA BENGKAL) – Proyek pembangunan turap di Kecamatan Muara Bengkal, Kabupaten Kutai Timur dengan pagu anggaran Rp 5,1 miliar (APBD-P 2023) masih mangkrak. Padahal, turap ini dibutuhkan warga untuk menangkal longsoran. Sebab Jalan cor beton sudah tampak tergerus di lapisan tanahnya (sangat dekat jaraknya dengan bibir tebing dengan sungai).
Lokasi proyek Jalan Ngayau Muara Bengkal ini dimulai dari sta 0+000 – 0 + 140 m. Namun sampai pekan lalu (19/2/2024) hanya tampak tumpukan turap (sheet pile beton) disisi jalan poros tersebut. “Saat akhir 2023 lalu masih terdapat crane pembangunan turap tersebut namun saat ini sudah tidak ada. Tumpukan turap yang ada dilokasi ini pun tampaknya hanya dari angkutan 1 truk,” tutur salah seorang warga.
Dikomfirmasi media ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) Dinas PUPR Kutai Timur, Marwan mengatakan pihaknya masih memberi apresiasi kepada penyedia karena masih ada niat untuk menyelesaikan proyek tersebut. “Kemarin masih tersedia pancang (turap) dan alat crane, jadi masih kami apresiasi menyelesaikan pekerjaan itu,” ucapnya.
Disinggung terkait Peraturan Presiden (Perpres) No 12 Tahun 2021 perubahan dari Perpres No 16/2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintahan. Proyek turap itu diketahui sudah dilakukan perpanjangan kontrak (addendum) karena pekerjaan melewati tahun 2023. Ada denda berjalan dan ada pokok perjanjian kontrak yang tak dapat dipisahkan. Pekerjaan masih 0 persen hingga akhir Februari 2024.
Lalu kenapa tidak putus kontrak?, PPK sebaiknya mengajukan blacklist badan usaha ke LKPP. ”Ya belum tetap kami beri kesempatan dengan catatan, mereka ada kesanggupan dalam menyelesaikan pekerjaan,” jawab Marwan, saat ditanya media ini.
Untuk diketahui nilai pekerjaan yang ditawar penyedia setelah menang lelang pengadaan Rp 4,7 miliar. Jika denda keterlambatan proyek per hari 1/1.000 x nilai kontrak Rp 4,7 miliar jadi denda per harinya Rp 4.700.000. Nah sementara perpanjangan kontrak sudah sekitar 2 bulan, jadi dengan nilai proyek miliaran tersebut cukup besar denda yang dibayar kontraktor yakni sekitar Rp 282 juta. “Kami sudah komunikasi dengan pelaksana mereka ada itikad baik, ini kan masih proses bagaimana segala macam yang terjadi di lapangan, kita liat itikad dulu, masih sanggup kami apresiasi,” tambah Marwan, mengklarifikasi terkait denda.
Tepisah Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kutim, Wahasunna Aqla mengatakan, uang muka yang sudah ditarik kontraktor sekitar 30 persen dari nilai kontrak ini sudah tercover dengan jaminan. Selain itu sisa pembayaran masih di kas daerah, belum dicairkan. “Jadi jangan sampai ada yang memahami bahwa pekerjaan ini fiktif,” ujar Aqla.
Jika ada yang menyebut ada dugaan manipulasi data pihaknya tak tahu dimana. Karena saat proses kontrak ada hak uang muka meskipun belum ada pekerjaan di lapangan. “Kontraktor (penyedia) pekerjaan berhak mendapat uang muka. Jadi jika ada klaim putus kontrak dan progresnya belum tercapai masih ada jaminan bank garansi,” jelasnya. (hk)